KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 39 TAHUN 1980
TENTANG
PENGHAPUSAN JARING TRAWL
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa dalam pelaksanaan pembinaan kelestarian sumber
perikanan dasar dan dalam rangka mendorong peningkatan produksi yang dihasilkan
oleh para nelayan tradisional serta untuk menghindarkan terjadinya
ketegangan-ketegangan sosial, maka perlu dilakukan penghapusan kegiatan
penangkapan ikan yang menggunakan jaring trawl.
Mengingat :
1. Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1978;
3. Ordonansi Perikanan Pantai (Staatsblad
Nomor 144 Tahun 1927);
4. Undang-undang Nomor 4 Prp Tahun 1960
tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 22, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 1942);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun
1957 tentang Penyerahan sebagian dari Urusan Pemerintah Pusat di Lapangan
Perikanan Laut, Kehutanan dan Karet Rakyat kepada Daerah-daerah Swatantra
Tingkat I (Lembaran Negara Tahun 1957 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor
1490);
6. Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1979
tentang Rencana Pembangunan Lima Tahun Ketiga (REPELITA III) 1979-1980 sampai
1983/1984;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG
PENGHAPUSAN JARING TRAWL.
Pasal 1
(1) Menghapuskan kegiatan penangkapan ikan
yang menggunakan jaring trawl secara bertahap.
(2) Dalam pengertian jaring trawl termasuk
pula alat penangkap ikan yang dipersamakan, yang perinciannya akan ditetapkan
lebih lanjut.
Pasal 2
Terhitung mulai tanggal 1 Juli 1980 sampai dengan
tanggal 1 Juli 1981 kapal perikanan yang menggunakan jaring trawl di kurangi
jumlahnya, sehingga seluruhnya tinggal menjadi 1000 (seribu) buah.
Pasal 3
Pengurangan jumlah termaksud pada Pasal 2 dilakukan
sebagai berikut :
A. Tahap
Pertama :
a. Terhitung
mulai tanggal berlakunya Keputusan Presiden ini sampai dengan tanggal 30
September 1980 dilaksanakan penghapusan secara bertahap terhadap seluruh kapal
perikanan yang menggunakan jaring trawl yang berdomisili dan beroperasi
disekitar Jawa dan Bali;
b. Pada
tanggal 1 Oktober 1980 melarang semua kegiatan penangkapan ikan yang
menggunakan jaring trawl di perairan laut yang mengelilingi pulau-pulau Jawa
dan Bali.
c. Untuk
kapal perikanan yang menggunakan jaring trawl yang berdomisili dan beroperasi
disekitar Pulau Sumatera, larangan tersebut selambat-lambatnya berlaku mulai
tanggal 1 Januari 1981.
B. Tahap
Kedua :
Terhitung mulai tanggal 1 Oktober
1980 di Perairan laut diluar yang tersebut pada Tahap Pertama diatas, jumlah
kapal perikanan yang menggunakan jaring trawl dikurangi sehingga sampai dengan
tanggal 1 Juli 1981 jumlahnya menjadi 1000 (seribu) buah.
Pasal 4
Pelaksanaan penghapusan jumlah kapal perikanan yang
menggunakan jaring trawl menjadi 1000 (seribu) buah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 huruf B serta kebijaksanaan selanjutnya mengenai 1000 (seribu) trawl
tersebut diatur kemudian.
Pasal 5
(1) Kapal-kapal perikanan yang menggunakan
jaring trawl yang terkena penghapusan/pengurangan dalam ketentuan Keputusan
Presiden ini dapat terus melakukan kegiatan penangkapan ikan setelah mengganti
alat/perlengkapan penangkapannya menjadi bukan jaring trawl.
(2) Para pemilik kapal sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) yang tidak berminat untuk meneruskan usaha penangkapan ikan
dapat mengalihkan kapalnya kepada pihak lain atau Pemerintah untuk selanjutnya
diusahakan sebagai bukan kapal trawl.
(3) Kepada pemilik yang kapalnya dialihkan
kepada Pemerintah diberi ganti rugi seperlunya.
(4) Kapal yang dialihkan kepada Pemerintah
selanjutnya akan diserahkan terutama kepada kelompok-kelompok nelayan yang
tergabung dalam KUD untuk diusahakan sebagai bukan kapal trawl.
(5) Penyerahan kapal termasuk dilakukan
dalam bentuk kredit dan dilengkapi dengan kredit untuk penggantian
alat/perlengkapannya serta kredit modal kerja.
Pasal 6
(1) Pemerintah Daerah yang bersangkutan
dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan Keputusan Presiden ini memperhatikan
ptunjuk pelaksanaan serta ketentuan-ketentuan yang akan diatur oleh Menteri
Pertanian.
(2) Menteri Pertanian mengatur lebih lanjut
tentang :
a. perincian
mengenai jaring trawl;
b. pelaksanaan
penghapusan/pengurangan kapal-kapal trawl;
c. cara
pembaharuan perizinan kapal-kapal trawl yang belum terkena
penghapusan/pengurangan.
(3) Menteri Pertanian dengan Menteri-Menteri
lain yang bersangkutan mengatur tentang : pengalihan bekas kapal-kapal trawl
dari pemiliknya kepada Pemerintah, ketentuan-ketentuan tentang transaksi harga
serta penyerahannya kepada kelompok-kelompok nelayan.
Pasal 7
(1) Untuk memperkecil penurunan produksi
udang sebagai akibat penghapusan kapal-kapal perikanan yang menggunakan jaring
trawl, maka Program Udang Nasional perlu ditingkatkan pelaksanaannya.
(2) Menteri Pertanian bersama Menteri lain
yang berkepentingan mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan
Program Udang Nasional dalam rangka menunjang tahap-tahap pelaksanaan
penghapusan jaring trawl.
Pasal 8
Kapal perikanan yang melanggar ketentuan dalam Keputusan
Presiden ini dan peraturan pelaksanaannya dianggap melakukan kegiatan
penangkapan ikan tanpa izin, sehingga dapat dituntut dimuka pengadilan sesuai
dengan Pasal 15 Ordinansi Perikanan Pantai Staatsblad Nomor 144 Tahun 1927.
Pasal 9
Keputusan Presiden ini dimulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan
di Jakarta
pada
tanggal 1 Juli 1980
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SOEHARTO
NAMA : IKE WULANDURI
NIM : L23111008
M.K : TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN
Dalam
keputusan Presiden No. 39 tahun 1980 terlihat jelas adanya pengurangan dan
pelarangan penggunaan alat tangkap trawl. Dan untuk para nelayan yang memiliki
kapal trawl dan akan dihapus, tetap diberikan solusi pada pasal 5.
Mengapa
alat tangkap trawl dilarang? Dari hasil pencarian saya di beberapa media, maka
saya dapat menarik kesimpulan bahwa pada awalnya Para nelayan tradisional masih dapat menerima kehadiran
nelayan pukat trawl, karena yang mengoperasikan pukat trawl dilaut adalah anak
bangsa yang senasib dan sepenanggungan dengan mereka. Namun, para nelayan pukat
trawl malah menangkap dengan membabi buta dimana para nelayan pukat trawl saat
mengoperasikan alat tangkapnya mereka juga ikut menyeret jaring nelayan tradisional.
Ketika para nelayan tradional semakin terjepit oleh operasional nelayan pukat
trawl, menimbulkan rasa senasib dan sepenanggungan itu hilang. Terlebih
keamanan laut tidak merespon nelayan tradisional.
Para nelayan tradisionalpun menyelesaikan konflik
dengan cara membakar dan membunuh para nelayan pukat trawl akhirnya membuka
mata para pejabat dinegeri ini. Pihak pejabat negeri ini mulai gelisah dengan
adanya komplik didua kubu nelayan ini. Walupun pihak pemerintah telah berupaya
untuk menyelesaikan komplik yang terjadi di dua kubu nelayan dengan cara melalui musyawarah dan pendekatakan
persuasive namun hasilnya tetap nihil.
REFERENSI:
http://birokrasi.kompasiana.com/2012/08/25/kepres-39-tahun-80-yang-multi-tafsir-wisnu-aj-482013.html
(diakses pada pukul 14.25 18 februari 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar