Minggu, 08 Juni 2014

masalah pelarangan trawl


KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 39 TAHUN 1980
TENTANG
PENGHAPUSAN JARING TRAWL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
bahwa dalam pelaksanaan pembinaan kelestarian sumber perikanan dasar dan dalam rangka mendorong peningkatan produksi yang dihasilkan oleh para nelayan tradisional serta untuk menghindarkan terjadinya ketegangan-ketegangan sosial, maka perlu dilakukan penghapusan kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan jaring trawl.

Mengingat :
1.         Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;
2.         Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1978;
3.         Ordonansi Perikanan Pantai (Staatsblad Nomor 144 Tahun 1927);
4.         Undang-undang Nomor 4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1942);
5.         Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 1957 tentang Penyerahan sebagian dari Urusan Pemerintah Pusat di Lapangan Perikanan Laut, Kehutanan dan Karet Rakyat kepada Daerah-daerah Swatantra Tingkat I (Lembaran Negara Tahun 1957 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1490);
6.         Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1979 tentang Rencana Pembangunan Lima Tahun Ketiga (REPELITA III) 1979-1980 sampai 1983/1984;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGHAPUSAN JARING TRAWL.

Pasal 1

(1)        Menghapuskan kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan jaring trawl secara bertahap.
(2)        Dalam pengertian jaring trawl termasuk pula alat penangkap ikan yang dipersamakan, yang perinciannya akan ditetapkan lebih lanjut.

Pasal 2

Terhitung mulai tanggal 1 Juli 1980 sampai dengan tanggal 1 Juli 1981 kapal perikanan yang menggunakan jaring trawl di kurangi jumlahnya, sehingga seluruhnya tinggal menjadi 1000 (seribu) buah.

Pasal 3

Pengurangan jumlah termaksud pada Pasal 2 dilakukan sebagai berikut :
A.        Tahap Pertama :
            a.         Terhitung mulai tanggal berlakunya Keputusan Presiden ini sampai dengan tanggal 30 September 1980 dilaksanakan penghapusan secara bertahap terhadap seluruh kapal perikanan yang menggunakan jaring trawl yang berdomisili dan beroperasi disekitar Jawa dan Bali;
            b.         Pada tanggal 1 Oktober 1980 melarang semua kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan jaring trawl di perairan laut yang mengelilingi pulau-pulau Jawa dan Bali.
            c.         Untuk kapal perikanan yang menggunakan jaring trawl yang berdomisili dan beroperasi disekitar Pulau Sumatera, larangan tersebut selambat-lambatnya berlaku mulai tanggal 1 Januari 1981.

B.        Tahap Kedua :
            Terhitung mulai tanggal 1 Oktober 1980 di Perairan laut diluar yang tersebut pada Tahap Pertama diatas, jumlah kapal perikanan yang menggunakan jaring trawl dikurangi sehingga sampai dengan tanggal 1 Juli 1981 jumlahnya menjadi 1000 (seribu) buah.

Pasal 4

Pelaksanaan penghapusan jumlah kapal perikanan yang menggunakan jaring trawl menjadi 1000 (seribu) buah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf B serta kebijaksanaan selanjutnya mengenai 1000 (seribu) trawl tersebut diatur kemudian.

Pasal 5

(1)        Kapal-kapal perikanan yang menggunakan jaring trawl yang terkena penghapusan/pengurangan dalam ketentuan Keputusan Presiden ini dapat terus melakukan kegiatan penangkapan ikan setelah mengganti alat/perlengkapan penangkapannya menjadi bukan jaring trawl.
(2)        Para pemilik kapal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang tidak berminat untuk meneruskan usaha penangkapan ikan dapat mengalihkan kapalnya kepada pihak lain atau Pemerintah untuk selanjutnya diusahakan sebagai bukan kapal trawl.
(3)        Kepada pemilik yang kapalnya dialihkan kepada Pemerintah diberi ganti rugi seperlunya.
(4)        Kapal yang dialihkan kepada Pemerintah selanjutnya akan diserahkan terutama kepada kelompok-kelompok nelayan yang tergabung dalam KUD untuk diusahakan sebagai bukan kapal trawl.
(5)        Penyerahan kapal termasuk dilakukan dalam bentuk kredit dan dilengkapi dengan kredit untuk penggantian alat/perlengkapannya serta kredit modal kerja.



Pasal 6

(1)        Pemerintah Daerah yang bersangkutan dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan Keputusan Presiden ini memperhatikan ptunjuk pelaksanaan serta ketentuan-ketentuan yang akan diatur oleh Menteri Pertanian.
(2)        Menteri Pertanian mengatur lebih lanjut tentang :
            a.         perincian mengenai jaring trawl;
            b.         pelaksanaan penghapusan/pengurangan kapal-kapal trawl;
            c.         cara pembaharuan perizinan kapal-kapal trawl yang belum terkena penghapusan/pengurangan.
(3)        Menteri Pertanian dengan Menteri-Menteri lain yang bersangkutan mengatur tentang : pengalihan bekas kapal-kapal trawl dari pemiliknya kepada Pemerintah, ketentuan-ketentuan tentang transaksi harga serta penyerahannya kepada kelompok-kelompok nelayan.

Pasal 7

(1)        Untuk memperkecil penurunan produksi udang sebagai akibat penghapusan kapal-kapal perikanan yang menggunakan jaring trawl, maka Program Udang Nasional perlu ditingkatkan pelaksanaannya.
(2)        Menteri Pertanian bersama Menteri lain yang berkepentingan mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan Program Udang Nasional dalam rangka menunjang tahap-tahap pelaksanaan penghapusan jaring trawl.

Pasal 8

Kapal perikanan yang melanggar ketentuan dalam Keputusan Presiden ini dan peraturan pelaksanaannya dianggap melakukan kegiatan penangkapan ikan tanpa izin, sehingga dapat dituntut dimuka pengadilan sesuai dengan Pasal 15 Ordinansi Perikanan Pantai Staatsblad Nomor 144 Tahun 1927.

Pasal 9

Keputusan Presiden ini dimulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 Juli 1980
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SOEHARTO





NAMA       : IKE WULANDURI
NIM           : L23111008
M.K            : TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN

Dalam keputusan Presiden No. 39 tahun 1980 terlihat jelas adanya pengurangan dan pelarangan penggunaan alat tangkap trawl. Dan untuk para nelayan yang memiliki kapal trawl dan akan dihapus, tetap diberikan solusi pada pasal 5.
Mengapa alat tangkap trawl dilarang? Dari hasil pencarian saya di beberapa media, maka saya dapat menarik kesimpulan bahwa pada awalnya Para nelayan tradisional masih dapat menerima kehadiran nelayan pukat trawl, karena yang mengoperasikan pukat trawl dilaut adalah anak bangsa yang senasib dan sepenanggungan dengan mereka. Namun, para nelayan pukat trawl malah menangkap dengan membabi buta dimana para nelayan pukat trawl saat mengoperasikan alat tangkapnya mereka juga ikut menyeret jaring nelayan tradisional. Ketika para nelayan tradional semakin terjepit oleh operasional nelayan pukat trawl, menimbulkan rasa senasib dan sepenanggungan itu hilang. Terlebih keamanan laut tidak merespon nelayan tradisional.

Para nelayan tradisionalpun menyelesaikan konflik dengan cara membakar dan membunuh para nelayan pukat trawl akhirnya membuka mata para pejabat dinegeri ini. Pihak pejabat negeri ini mulai gelisah dengan adanya komplik didua kubu nelayan ini. Walupun pihak pemerintah telah berupaya untuk menyelesaikan komplik yang terjadi di dua kubu nelayan dengan cara melalui musyawarah dan pendekatakan persuasive namun hasilnya tetap nihil.

REFERENSI:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar