Selasa, 24 Desember 2013

IKAN EKOR KUNING DENGAN ALAT TANGKAP MUROAMI


TUGAS INDIVIDU

IKAN EKOR KUNING DENGAN ALAT TANGKAP MUROAMI

OLEH
IKE WULANDURI
L23111008




DAERAH PENANGKAPAN IKAN
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
A.      DESKRIPSI IKAN EKOR KUNING
1.        


Klasifikasi Ikan Ekor Kuning

Klasifikasi ikan ekor kuning menurut Bloch (1791) adalah sebagai berikut (www.zipcodezoo.com ):
          Kingdom: Animalia
                 Phylum: Chordata
                     Class: Actinopterygii
                          Order: Perciformes
                               Family: Caesionidae
                                    Genus: Caesio
                                         Scientific name: Caesio cuning
Ikan ekor kuning memiliki bentuk badan memanjang, melebar dan gepeng. Warna umumnya biru, kuning pada bagian belakangnya dan perak.  Dua gigi taring pada rahang bawah dan yang halus pada langit-langit. Jari-jari keras 10 dan 15 jari-jari lemah pada sirip punggung. Tiga jari-jari keras dan 11 jari-jari lemah pada sirip dubur. Ikan ini memiliki sisik tipis dan terdapat 52-58 pada garis rusuknya. Sisik-sisik kasar di bagian atas dan bawah garis rusuk serta tersusun horizontal, sisik pada kepala mulai dari mata.
Menurut Allen et al. (2007), ikan ekor kuning dapat mencapai panjang hingga 50 cm. Ikan ekor kuning biasanya membentuk scooling yang besar dan dapat ditemui di kedalaman 1 - 60 meter. Makanan utama ikan ekor kuning merupakan zooplankton. Dari seluruh family caesionidae, spesies ini merupakan jenis yang paling toleran terhadap perairan yang keruh.
Ikan Ekor Kuning (Caesionidae) adalah Ikan laut yang hidup di perairan Indo-Pasifik. Ikan ini disebut fusilier, suli, sulih, suliri, sunin. Jenis ini dikenal sebagai perenang cepat dan termasuk ikan diurnal. Ikan ini sering ditemukan di luar karang (tubir karang). Makanannya adalah zooplankton.
2.         Daerah Penyebaran Ikan Ekor Kuning
Ikan Ekor Kuning (Caesionidae) lebih memilih tinggal perairan hangat di wilayah Indo-Pasifik tropis. Tidak ada anggota keluarga telah dicatat untuk memperpanjang ke perairan subtropis, tidak pula spesies hadir di Atlantik atau Karibia. Dua spesies Caesio suevica dan C. striata merupakan endemik Laut Merah sementara distribusi lokal di Samudra Hindia juga ditampilkan oleh C. xanthonota , C. varilineata , dan Pterocaesio Capricornis (pantai timur Afrika). Caesio teres dapat dianggap ikan ekor kkuning yang memiliki distribusi geografis terbesar, spesies ini telah dicatat dari pantai timur Afrika terutama di Pulau Palmyra . Spesies ikan kuning di Indonesia dan Filipina adalah suatu elemen penting dari perikanan komersial. Di Indonesia sendiri ikan ini banyak ditemui di Kepulauan Maluku.

B.       ALAT TANGKAP MUROAMI
1.         Definisi Dan Klasifikasi
Muroami berasal dari bahasa jepang “muro” dan “ami”. Ami artinya jaring sedangkan muro ádalah sebangsa ikan carangidae. Didaearah Makassar para nelayan menyebutnya sebagai “pukat rapo-rapo” yaitu jaring yang digunakan untuk menangkap ikan ekor kuning (Suban dan Barus 1989). Berdasarkan klasifikasi alat tangkap menurut Von Brandt (1984) muroami termasuk dalam drive-in-ne.
2.         Konstruksi Alat Penangkapan Ikan
Kontruksi muroami terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut :
a.       Bagian jaring, yang terdiri dari kaki panjang, kaki pendek, dan kantong (dengan ukuran kantong cukup besar dan dapat memuat 3 ton ikan).
b.      Pelampung, terdiri dari pelampung-pelampung kecil yang berada pada tali ris atas dari kaki, yang merupakan pelampung tetap. Juga terdapat pelampung dari bola gelas dan bambu yang biasanya hanya digunakan pada saat oprasi penangkapan.
c.       Pemberat, terdapat pada bagian bawah kaki (ris bawah) dan bagain bawah mulut kantong (bibir bawah) yang terbuat dari batu. Pada waktu jaring digunakan, pada bagian depan kaki masih dilengkapi jangkar. (subani 1989 dan gunarso 1985).
Parameter utama dalam alat ini adalah terdapat kantang tempat ikan tertangkap. Semakin besar kantong maka akan semakin banyak ikan yang dihasilkan dalam penangkapan.
3.         Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
1)      Kapal
Dalam pengoprasian muroami diperlukan 3-5 buah perahu, dimana sebuah perahu diantaranya berfungsi untuk membawa kantong, dan dua perahu lainnya untuk membawa sayap/kaki jaring masing-masing satu buah. Adapun dua buah perahu lainnya untuk membawa atau mengantar tenaga-tenaga penggiring(penghalau) ikan ke temapt dimana ikan berada. .(Ribka ruji raspati 2008).
2)      Nelayan
Jumlah nelayan yang mengoprasikan muroami antara 20-24 orang. Seorang diantaranya berperan sebagai fishing master yang disebut tonas dan bertugas untuk memimpin jalannya penangkapan dan seorang sebagai penjaga atau pemegang kedua ujung kantong bila nanti jaring telah dipasang. Satu atau dua orang sebagai penjaga kantong bagian belakang. Empat sampai enam orang sebagai tukang penyelam, dan yang lain adalah sebagai pengusir ikan yang akan ditangkap (Subani dan barus 1989).
3)      Alat bantu
Alat bantu yang digunakan dalam pengoprasian alat tangkap ini diantaranya adalah selang sepanjang 100 meter, mesin kompresor sebagai penyuplai udara melalui selang penyelam, serok untuk memindahkan hasil tangkapan dari kantong setelah hauling kedalam palkah. keranjang plastik untuk menyimpan hasil tangkapan, serta peralatan penyelamatan yang dipakai oleh penyelam seperti sepatu, masker, dan regulator atau morfis. (Ribka ruji raspati 2008).
Selain itu alat bantu yang digunakan adalah Penggiring, terbuat dari tali yang panjangnya kurang lebih 25 m yang pada salah satu ujungnya diikatkan pelampung bambu, sedangkan ujung lainnya diikatkan gelang-gelang besi atau disebut ”kecrek”. Pada sepanjang tali ini juga dilengkapi dengan daun nyiur atau kain putih. Jumlah alat penggiring ini disesuaikan dengan jumlah nelayan yang nantinya bertugas sebagai penggiring kerah jaring atau memaksa ikan meninggalkan tempat persembunyiannya. ubani 1989 dan gunarso (1985).
4)       Umpan
Jenis alat tangkap ini tidak menggunakan umpan karena pengoprasiannya
dengan cara menggirng ikan hingga masuk ke dalam jaring kantong.

4.      Metode Pengoperasian Alat
Menurut Subani dan Barus 1989 proses pengoprasian muroami adalah sebagai berikut :
a.       Mengetahui dan dapat memperkirakan adanya kawanan ikan yang dilakukan oleh beberapa nelayan dengan cara menyelam dengan menggunakan kacamata air.
b.      Menngetahui keadaan arus air antara lain kemungkinan adanya arus atas dan bawah serta mengenai kekuatan arus. Kekuatan arus skala sedang adalah yang paling baik untuk pemasangan atau penanaman jaring.
c.       Pemasangan jaring delakukan demikian rupa sehingga membentuk huruf Vdan letak ujung depan kaki yang pendek harus berada di tempat dangkal dimana karang berada, sedangkan ujung kaki panjang diletakkan ditempat dalam.
d.      Penggiringan segera dilakukan setelah pemasangan kantong yaitu dengan mengambil tempat anatara ¼-1/3 dari bagian ujung kaki yang belakang.

Muroami umumnya dioprasikan satu hari atau one day fishing. Satu unit penangkapan muroami rata-rata melakukan 2-3 kali setting dalam satu hari penangkapan. Muroami biasanya berangkat sekitar pukul 6-7 pagi, satu jam setelah pemberangkatan penyelam mengamati daerah penangkapan dimana muroami akan dioprasikan. Setelah mendaptkan lokasi, kapal yang memuat jaring dan palkah mulai menempatkan jangkar, kemudian para penyelam memasang jaring pelari dan jaring kantong pada kedalaman sekitar 5 hingga 35 m. Proses ini memakan waktu sekitar 40 menit. Faktor yang cukup penting dalam pengoprasian muroami adalah arus yang membantu jaring kantong dapat terbuka secara sempurna. Penyelam naik kekapal yang memuat kompresor hookah setelah pemasangan jaring selesai dan bersiap melakukan penyelaman tahap kedua. Tahap ini termasuk di dalamnya adalah proses penggiringan. Lama waktu penggiringan sangat bervariasi antara 10-40 menit, pada selang kedalamanya 5-35 m. Interval waktu antara penyelaman cukup pendek, sekitar 10 menit. Penyelam mengangkat jaring kantong ke permukaan secepat mungkin, setelah ikan digiring kedalam jaring kantong. Kemudian penyelam kembali masuk kedalam perairan untuk jaring pelari. Proses pelepasan jaring pelari ini biasanya memakan waktu sekitar 20 menit. (Ribka ruji raspati 2008).

C.           DAERAH PENANGKAPAN
Daerah penangkapan ikan dengan menggunakan alat penangkap muroami adalah di perairan karang pada kedalaman anatara 10-25 m yang letak dasar lautnya tidak terlalau miring. Berdasarkan penelitian Marnaneeal (2004), jaring muroami dipasang di sekitar terumbu karang dengan kedalaman sekitar 10 hingga 20 m dan penyelam memulai penggiringan pada kisaran 5 hingga 35 m. Menurut Subani Dan Barus (1989) muroami dioprasikan di daerah jakarta (Kep. Seribu), Sulawesi Selatan (Kep. Spermende), Kep. Sapeken, dan lombok.


DAFTAR ISI

Raspati, ribka puji, M.P.B.R.2008 Pengkajian Hasil Tangkapan Muroami di Kepulauan Seribu [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Subani,W dan H.R. Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia Jurnal Penelitian Perikanan Laut Nomor : 50 Tahun 1988/1989. Edisi Khusus. Jakarta : Balai Penelitian Perikanan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
Anononim. 2012. Mengenal daerah penangkapan ikan. http://penyuluhp.blogspot.com/ (diakses pada tanggal 5 Desember pukul 10.51) .
Anonim. 2011. Muroami. http://purseseine.blogspot.com/ (diakses pada tanggal 5 Desember pukul 10.56)
Anonim. 2011. Klasifikasi morfologi dan peimijahan http://stp-jurluhkan.blogspot.com/ (diakses pada tanggal 5 Desember pukul 11.00).
Anonim. http://www.pipp.kkp.go.id/species.html?idkat=2&idsp=96 (diakses pada tanggal 5 Desember pukul 11.26)



Jumat, 06 Desember 2013

Pole and Line untuk Cakalang



Tugas Individu

DAERAH PENANGKAPAN IKAN EKONOMIS PENTING




OLEH :

IKE WULANDURI
L23111008



JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013


BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber makanan dengan menggunakan berbagai jenis alat tangkap.  Adanya permintaan menyebabkan terjadi siklus ekonomi dimana akan terjadi keuntungan dan kerugian, sehingga aktivitas penangkapan akan dilakukan dengan meningkatkan produksi ikan untuk meraih keuntungan yang sebesar-sebesarnya oleh pelaku usaha penangkapan ikan. 
pole and line” adalah cara pemancingan dengan menggunakan pancing yang dikhususkan untuk menangkap ikan cakalang yang banyak digunakan di perairan Indonesia. Selanjutnya dikatakan juga menurut Ayodhoya, (1981), pole and line umum digunakan untuk menangkap ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) sehingga dengan kata perikanan pole and line sering pengertian kita ke arah perikanan cakalang, sungguhpun dengan cara pole and line juga dilakukan penangkapan albacore, mackerel dan lain sebagainya.
Produksi ikan cakalang pada dasarnya merupakan hasil proses penangkapan yang dilakukan oleh para nelayan dengan menggunakan berbagai alat tangkap baik yang bersifat tradisional maupun modern. Alat tangkap yang umum digunakan para nelayan di Kawasan Timur Indonesia salah satunya adalah pole and line. Sementara dalam operasi penangkapan dengan menggunakan alat tangkap pole and line disamping dibutuhkan sarana alat tangkap berupa kapal, pancing dan umpan berupa ikan hidup juga diperlukan alat bantu rumpon sebagai sarana untuk mengkonsentrasikan ikan (Winarso, 2004). 

I.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu:
1.      Jelaskan deskripsi cakalang beserta tingkah lakunya !
2.      Jelaskan apa itu alat tangkap Pole and Line!
I.3  TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan ini untuk mengetahui daerah penangkapan ikan ekonomis penting, salah satunya yaitu cakalang Katsuwonus pelamis.  Kegunaan makalah ini dapat digunakan sebagai sumber informasi utama untuk menentukan pengelolaan perikanan tangkap, khususnya alat tangkap pole and line.  Manfaat dari makalah ini adalah sebagai informasi utama untuk tindakan penangkapan pole and line tetap dapat dipertahankan artinya kegiatan perikanan tangkap sebagai sumber mata pencaharian yang dapat diandalkan.



BAB II
PEMBAHASAN
II.1 DESKRIPSI CAKALANG


Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Animalia
          Filum: Chordata
                     Kelas: Actinopterygii
                                 Ordo: Perciformes
                                           Famili:Scombridae
                                                    Genus: Katsuwonus
                                                              Spesies: K. pelamis

Deskripsi morfologi merupkan karakteristik ikan cakalang dari berbagai samudra menunjukan bahwa ada satu species cakalang yang terbesar diu seluruh dunia, yaitu Katsowonus pelamis. Bentuk tubuh cakalang memanjang seperti torpedo dan padat dengan penampang melintang yang membulat. Bagian bawah gurat sisi memiliki  4-6 garis-garis hitam tebal yang membujur seperti pita. Bagian bawah punggung dan perut berwarna keperak-perakan. Punggung berwarna biru keungu-unguan. Tubuh tidak bersisik kecuali pada bagian gurat sisi dan sirip punggung pertama. Cakalang mempunyai 7-9 sirip dubur tambahan dan terdapat tiga tonjolan pada batang ekor (puslitbangkan, 1993 dalam Simbolon, 2003). Ukuran panjang  cakalang umumnya bervariasi menurut wilayah perairan. (Colleteand and Nauen, 1983 dalam Simbolon 2003) melaporkan bahwa ukuran fork lenght maksimum ikan umum tertangkap 40-80 cm dengan berat 8-10 kg.
Kebiasaan makan ikan  cakalang adalah aktif pada pagi hari dan kurang aktif pada siang hari, selanjutnya mulai aktif lagi pada sore hari, dan tidak makan sekali pada malam hari. Pada saat  mencari makan, ikan cakalang biasanya membentuk schoolling  bergerak dengan cepat sambil meloncat-loncat di permukaan perairan. Puncak kegiatan makan pagi ikan cakalang terjadi sekitar jam 08.00 hingga 12.00 dan berkurang antara jam 13.00-16.00, kemudian memuncak lagi hingga matahari terbenam.
Individu cakalang dalam suatu Schooling mempunyai ukuran (size) yang relatif sama. Ikan-ikan yang berukuran lebih besar biasanya berada lapisan yang lebih dalam dengan schooling yang lebih kecil. Ikan-ikan yang lebih kecil biasanya berada dekat permukaan perairan dengan schooling yang lebih besar. Tingkah laku tersebut umumnya dimanfaatkan oleh para nelayan untuk memudahkan penangkapan.
Ikan  cakalang melakukan migrasi karena adanya perubahan beberapa faktor lingkungan seperti suhu, salinitas dan arus, usaha mencari daerah perairan yang mengandung bahan makan yang cukup, usaha mencari daerah Pemijahan (Nikolsky, 1963 dalam Simbolo, 2003). Hal ini sesuai dengan pendapatan Laevastu and Hayes, (1981) dalam Simbolon, (2003) yang menyatakan bahwa pola kehidupan ikan termasuk cakalang tidak bisa dipisahkan dari faktor-faktor oseanografi seperti suhu, salinitas, arus permukaan. Oksigen terlarut mempunyai pengaruh yang besar terhadap periode migrasi msiman serta terdapatnya ikan disuatu lokasi perairan.

II.2 POLE AND LINE (HUHATE)
II.2.1 Pengertian Pole and Line (Huhate)
Pengrtian Huhate (Skipjack pole and line) atau umumnya lebih dikenal dengan “pole and line” adalah cara pemancingan dengan menggunakan pancing yang dikhususkan untuk menangkap ikan cakalang yang banyak digunakan di perairan Indonesia. Selanjutnya dikatakan juga menurut Ayodhoya, (1981), pole and line umum digunakan untuk menangkap ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) sehingga dengan kata perikanan pole and line sering pengertian kita ke arah perikanan cakalang, sungguhpun dengan cara pole and line juga dilakukan penangkapan albacore, mackerel dan lain sebagainya.
Studi yang dilakukan Bustaman S dan Hurasan (1997) menunjukkan bahwa ada tujuh jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan tuna/cakalang. Diantara ketujuh jenis alat tangkap tersebut, Pole and line, Long line dan Trawl line merupakan tiga jenis alat tangkap yang paling produktif untuk menangkap ikan tersebut (Winarso, 2004).
Untuk Cakalang, alat yang berperan besar dalam penangkapan adalah Pole and line, tonda dan pancing ulur (Ditjen Perikanan, 1989).
Di antara sekian banyak alat tangkap ikan untuk tujuan komersial yang paling sederhana dan murah harganya adalah pole and line ini. Peralatan yang hanya terdiri dari tiga komponen pokok yang ukurannya juga tidak terlalu besar dan khusus ini adalah joran, tali dan pancing saja. Joran bisa dibuat dari bambu yang ruasnya tidak terlalu panjang, tebal dan lurus, panjangnya sekitar 4-6 meter. Memang ada jenis bambu yang untuk joran pole and line ini sangat baik, karena mempunyai daya lentur yang tinggi (Surur, 2007).
Menurut Ditjen Perikanan (1989), sebagai penangkap ikan, alat ini sangat sederhana desainnya. Hanya terdiri dari joran, tali dan pancing. Tetapi sesungguhnya sangat komplek karena dalam pengoperasiannya memerlukan umpan hidup untuk merangsang kebiasaan menyambar pada ikan sebelum pemancingan dilakukan serta semprotan air untuk mempengaruhi visibility ikan terhadap kapal dan para pemancing.
Huhate atau pole and line khusus dipakai untuk menangkap cakalang. Oleh karena digunakan hanya untuk menangkap cakalang, maka alat ini sering disebut “pancing cakalang”. Huhate dioperasikan sepanjang siang hari pada saat terdapat gerombolan ikan di sekitar kapal. Alat tangkap ini bersifat aktif, kapal akan mengejar gerombolan ikan, setelah gerombolan ikan berada di sekitar kapal lalu diadakan pemancingan.
Ada beberapa keunikan dari alat tangkap huhate. Bentuk mata pancing huhate tidak berkait seperti lazimnya mata pancing. Mata pancing huhate ditutupi bulu-bulu ayam atau potongan rafia yang halus agar tidak tampak oleh ikan. Bagian haluan kapal huhate mempunyai konstruksi khusus, dimodifikasi menjadi lebih panjang, sehingga dapat dijadikan tempat duduk oleh pemancing. Kapal huhate umumnya berukuran kecil. Di dinding bagian lambung kapal, beberapa cm di bawah dek, terdapat sprayer dan di dek terdapat beberapa tempat ikan umpan hidup. Sprayer adalah alat penyemprot air.

II.2.2  KLASIFIKASI HUHATE (POLE AND LINE)
Menurut Direkorat Kapal Perikanan dan Alat Penangkap Ikan (2009),  berdasarkan Statistik Indonesia alat tangkap huhate termasuk dalam kelompok pancing. Alat tngkap ini disebut juga pancing “gandar” karena menggunakan gandar “walesan” atau “joran” atau tangkin. Sedangkan berdasarkan FAO, penggolongan alat tangkap ikan menurut (Nedelec, 1996); dalam International Standart Statistical Classification On Fishing Gear (ISSCFG) Pole and Line termasuk dalam kelompok alat tangkap pancing berjoran biasa.
Menurut Ben-Yamin (1989), biasanya cakalang ditangkap menggunakan pole and line, purse seine dan pancing tonda. Namun yang umum digunakan adalah pole and line atau huhate. Alat tangkap ini banyak digunakan oleh para nelayan Indonesia khususnya diperairan Indonesia bagian Timur. Krakteristik pole and line diantaranya mengejar gerombolan cakalang, adanya pemancing yang memancing gerombolan cakalang setelah umpan mulai ditebar, dan umpan yang digunakan adalah umpan hidup. Jenis kapal yang digunakan yaitu kapal dengan kecepatan mesin yang sangat tinggi.

II.2.3 KONSTRUKSI HUHATE (POLE AND LINE)
Menurut Surur (2007) konstruksi Pole and Line terdiri dari tiga komponen pokok yang ukurannya tidak terlalu besar dan khusus ini adalah joran, tali dan pancing.
1.        Joran panjangnya sekitar 4-6 meter, ada sejenis bambu untuk Pole and line yang sangat baik dipakai untuk joran karena mempunyai daya lentur yang tinggi. Diameter joran berkisar 5-6 cm dan diujungnya 2,5 - 2 cm, sehingga sesuai untuk pegangan orang Asia pada umumnya.
2.        Tali pancing yang digunakan berdiameter sekitar 1 mm dari bahan nylon. Sekarang banyak yang menggunakan monofilament dengan diameter yang sama. Panjang tali tidak lebih panjang dari panjang joran.
3.        Pancing yang digunakan untuk Pole and Line ini juga khusus, tidak menggunakan janggut. Untuk menambah berat pancing, pada bagian shank dipasang pemberat yang berupa besi yang dilapis bagan anti karat yang mengkilat. Penambahan berat pancing juga diperlukan mengingat pancing Pole and Line juga dipasangi bulu ayam atau bulu burung sebagai umpan.

II.2. 4  UMPAN
Ikan umpan memegang peranan penting dalam perikanan pole and line  Ruivo (1959) dalam vide laksono (1983) menjelaskan bahwa umpan adalah salah satu bentuk rangsangan atau stimulus yang bersifat fisik maupun kimiawi dan dapat menimbulkan respon bagi ikan tertentu.
Penangkapan ikan cakalang dengan huhate atau  pole and line  biasanya menggunakan beberapa jenis umpan untuk mengumpulkan ikan cakalang. Jenis ikan umpan sangat disenangi oleh cakalang karena memiliki sifat ± sifat sebagai berikut :
1.        Berwarna terang dan memikat atau keputih ± putihan sehingga mudahmenarik perhatian ikan cakalang.
2.                  Tahan terhadap lama di dalam bak penyimpanan pada saat pelayaran daridaerah penangkapan ikan umpan menuju daerah penangkapan cakalang.
3.        Umpan yang disebarkan di antara schooling cakalang memiliki sifat yangcenderung bergerak mendekati kapal untuk berlindung.
4.        Sisi umpan tidak mudah terkelupas, sehingga tingkat kecerahan warna dapat dipertahankan.
5.        Panjang ( size) umpan hidup sesuai dengan ukuran yang disenangi  oleh cakalang yang menjadi target penangkapan.Sesuai dengan sifat ± sifat tersebut di atas, pemilihan jenis dan ukuranumpan yang sesuai perlu dilakukan secara seksama. Subani, ( 1973) dalam  Simbolon, (2003) menyatakan bahwa ukuran umpan yang ideal dengan tipe badanmemanjang  ( streem line) berkisar antara 7,5 ± 10,0 cm. Selanjutnya disebutkan bahwa ukuran panjang umpan dengan tipe badan melebar sebaiknya berkisar antara 5,0 ± 7,5 cm. Masalah utama yang sering dialami dalam perikanan  pole and line adalahketersediaan umpan hidup pada waktu ± waktu tertentu dan tingginya tingkatkematian umpan dalam bak penyimpanan di atas kapal. Di lain pihak, kegiatanoperasi penangkapan cakalang dengan pole and line tidak akan berhasil apabilaumpan hidup tidak tersedia dalam jumlah yang memadai. Dengan demikian,umpan hidup merupakan salah satu faktor pembatas (limiting factor ) paling penting dalam perikanan  pole and line.

II.2.5 DAERAH PENANGKAPAN
  Menurut Anonymous (1991), daerah penangkapan (fishing ground) merupakan suatu kunci keberhasilan suatu penangkapan diperairan. Penentuan suatu daerah penangkapan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu :
1.      Lokasi/tujuan penangkapan.
2.      Gerombolan ikan.
3.      Ekonomis jenis produksi penangkapan.
Dari kriteria penentuan lokasi penangkapan tersebut sangatlah penting karena disamping alat tangkap yang dipakai juga harus ada pengetahuan tentang daerah dan tujuan penangkapan. Menurut Ayodhyoa (1981), bahwa deteksi dan penentuan daerah fishing ground merupakan faktor keberhasilan dari operasi penangkapan ikan. Secara tradisional orang dapat mengetahui adanya gerombolan ikan dengan adanya tanda-tanda alam sebagai berikut :
1.        Adanya buih/busa diatas permukaan air laut.
2.        Adanya perubahan warna permukaan air laut.
3.        Adanya riak kecil diatas permukaan air laut akibat aktivitas gerak ikan.
4.        Adanya burung-burung yang menukik dipermukaan air laut.
Adanya tanda-tanda tersebut diatas, maka dengan mudah para nelayan bisa mengetahui letak gerombolan ikan yang ada diperairan.
Menurut Sadhori (1985), ada empat syarat yang harus dipenuhi dalam menentukan daerah penangkapan yaitu :
1.      Adanya ikan yang akan ditangkap.
2.      Ikan-ikan tersebut dapat ditangkap.
3.      Penangkapan dapat dilakukan secara terus menerus.
4.      Hasil penangkapan tersebut dapat menguntungkan.
Penangkapan ikan akan berhasil baik apabila dilakukan didaerah penangkapan yang tepat yakni tepat lokasi dan waktu. Cara untuk mengetahui lokasi daerah penangkapan dan waktu yang tepat diperlukan penyilidikan. Mencari dan menentukan lokasi daerah penangkapan ikan tidak mudah dan tidak dapat ditentukan dalam waktu yang singkat. Pada umumnya para nelayan biasanya mencari atau menentukan daerah penangkapan ikan dengan cara tradisional berdasarkan pengalaman mereka seperti keadaan angin, pasang, surut, keadaan bulan, musim dan lain-lain (Subani, 1972).
Diperairan Indonesia, penangkapan dengan menggunakan pole and line banyak terdapat diwilayah Indonesia timur seperti Minahasa, Gorontalo, Air tembaga, Ambon, Bacan, Banda, Teratai dan Sorong.
Sedangkan daerah penangkapan ikan dunia dengan menggunakan pole and line sebagai berikut:
a.       Antara lintang 40 Lu dan 40 LS yaitu daerah kep Hawiai, Chilli, North Island, dan zona ekuator lainnya.
b.      Daerah kepulauan Hokkaido dan Filipina.
c.       Samudera Atlantic dan Laut Mediterania  (Ayhodya ,2004)
Penyebaran Ikan Cakalang
Cakalang dikenal sebagai perenang cepat di laut zona pelagik. Ikan ini umum dijumpai di laut tropis dan subtropis di Samudra Hindia, Samudra Pasifik, dan Samudra Atlantik. Cakalang tidak ditemukan di utara Laut Tengah. Hidup bergerombol dalam kawanan berjumlah besar (hingga 50 ribu ekor ikan). Makanan mereka berupa ikan, krustasea, cephalopoda, dan moluska. Cakalang merupakan mangsa penting bagi ikan-ikan besar di zona pelagik, termasuk hiu.

II.2.6 TEKNIK PENGOPRASIAN POLE AND LINE
Setelah semua persiapan telah dilakukan, termasuk penyediaan umpan hidup, maka dilakukan pencarian gerombolan ikan oleh seorang pengintai yang tempatnya biasanya dianjungan kapal, dan menggunakan teropong. Pengoperasian bisa juga dilakukan didekat rumpon yang telah dipasang terlebih dahulu. Setelah menemukan gerombolan ikan harus diketahui arah renang ikan tersebut baru kemudian mendekati gerombolan ikan. Sementara pemancing sudah harus bersiap-siap pada sudut kiri kanan dan haluan kapal.
Cara mendekati ikan harus dari sisi kiri atau kanan dan bukan dari arah belakang. Pelemparan umpan dilakukan oleh boy-boy setelah diperkirakan ikan telah berada dalam jarak jangkauan pelemparan, kemudian ikan dituntun kearah haluan kapal. Pelemparan umpan ini diusahakan secepat mungkin sehingga gerakan ikan dapat mengikuti gerakan umpan menuju haluan kapal. Pada saat pelemparan umpan tersebut, mesin penyomprot sudah difungsikan agar ikan tetap berada didekat kapal. Pada saat gerombolan ikan berada dekat haluan kapal, maka mesin kapal dimatikan. Selanjutnya, pemancingan dilakukan dan diupayakan secepat mungkin mengingat kadang-kadang gerombolan ikan tiba-tiba menghilang terutama jika ada ikan yang berdarah atau ada ikan yang terlepas dari mata pancing dan jumlah umpan yang sangat terbatas. Pemancingan biasanya berlangsung 15–30 menit.
Waktu pemancingan tidak perlu dilakukan pelepasan ikan dari mata pancing disebabkan pada saat joran disentuhkan ikan akan jatuh keatas kapal dan terlepas sendiri dari mata pancing yang tidak berkait. Berdasarkan pengalaman atau keahlian memancing nelayan, pemancing kadang dikelompokkan kedalam pemancing kelas I, II, dan III. Pemancing kelas I (lebih berpengalaman) ditempatkan dihaluan kapal, pemancing kelas II ditempatkan disamping kapal, dekat kehaluan, sedangkan pemancing kelas III ke samping kapal agak jauh dari haluan. Untuk memudahkan pemancingan, maka pada kapal Pole and Line dikenal adanya ”flying deck” atau tempat pemancingan.



BAB III
PENUTUP
III.1  Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil diantaranya:
1.       Kebiasaan makan ikan  cakalang adalah aktif pada pagi hari dan kurang aktif pada siang hari, selanjutnya mulai aktif lagi pada sore hari, dan tidak makan sekali pada malam hari. Pada saat  mencari makan, ikan cakalang biasanya membentuk schoolling  bergerak dengan cepat sambil meloncat-loncat di permukaan perairan. Puncak kegiatan makan pagi ikan cakalang terjadi sekitar jam 08.00 hingga 12.00 dan berkurang antara jam 13.00-16.00, kemudian memuncak lagi hingga matahari terbenam.
2.      Pole and line (huhate)
a.       Pengrtian Huhate (Skipjack pole and line) atau umumnya lebih dikenal dengan “pole and line” adalah cara pemancingan dengan menggunakan pancing yang dikhususkan untuk menangkap ikan cakalang yang banyak digunakan di perairan Indonesia. Selanjutnya dikatakan juga menurut Ayodhoya, (1981), pole and line umum digunakan untuk menangkap ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) sehingga dengan kata perikanan pole and line sering pengertian kita ke arah perikanan cakalang, sungguhpun dengan cara pole and line juga dilakukan penangkapan albacore, mackerel dan lain sebagainya.
b.      Klasifikasi huhate (pole and line). Kapal cakalang yang mempunyai ukuran 20 GT dengan kekuatan 40-60 HP. Menurut Ben–Yami, FAO, (1980) dalam Nugroho dan Widodo, (2005) dalam perkembangannya huhate dapat diklasifikasikan kedalam 2 (dua) kategori yaitu: 1) Huhate (Skipjak Pole and Line) Industri Dalam operasi penangkapan menggunakan kapal lebih dari 100 GT, bahan terbuat dari besi dan dilengkapi palka pendingin (freezer) dan Huhate (Skipjak Pole and Line) Skala besar.
c.       Konstruksi huhate (pole and line). Menurut Surur (2007) konstruksi Pole and Line terdiri dari tiga komponen pokok yang ukurannya tidak terlalu besar dan khusus ini adalah joran, tali dan pancing.
d.      Penangkapan ikan cakalang dengan huhate atau  pole and line  biasanya menggunakan beberapa jenis umpan untuk mengumpulkan ikan cakalang yaitu: Umpan tiruan Umpan tiruan biasanya dibuat dari bulu ayam dan dipasang pada mata kail dan Umpan hidup  Jenis ikan yang digunakan sebagai umpan hidup umumnya ikan pelagis kecil.
e.       Menurut Ayodhyoa (1981), bahwa deteksi dan penentuan daerah fishing ground merupakan faktor keberhasilan dari operasi penangkapan ikan. Secara tradisional orang dapat mengetahui adanya gerombolan ikan dengan adanya tanda-tanda alam sebagai berikut : Adanya buih/busa diatas permukaan air laut; Adanya perubahan warna permukaan air laut; Adanya riak kecil diatas permukaan air laut akibat aktivitas gerak ikan; dan Adanya burung-burung yang menukik dipermukaan air laut.
f.       Hal lain yang perlu diperhatikan pada saat pemancingan adalah menghindari ikan yang telah terpancing, jatuh kembali kelaut. Hal ini akan mengakibatkan gerombolan ikan yang ada akan melarikan diri ke kedalaman yang lebih dalam dan meninggalkan kapal, sehingga mencari lagi gerombolan ikan yang baru tentu akan memakan waktu. Jenis-jenis ikan tuna, cakalang, dan tongkol merupakan hasil tangkapan utama dari alat tangkap Pole and Line.


DAFTAR PUSTAKA