BUBU UDANG
A. Definisi bubu udang
Bubu merupakan jenis alat tangkap ikan yang dioperasikan
secara pasif di dasar perairan. Secara umum bubu dapat digolongkan sebagai alat
penangkap yang berbentuk seperti kurungan atau berupa ruangan tertutup dimana
ikan - ikan tidak dapat keluar lagi (Anthonius dkk., 2013).
Bubu udang adalah alat penangkap
ikan yang didesain untuk menangkap udang penaeid, dan kepiting atau rajungan,
berbentuk silinder dengan diameter lingkaran atas lebih kecil daripada diameter
lingkaran bawah dan dioperasikan di dasar perairan. Bubu udang diklasifikasikan
ke dalam kelompok perangkap dan penghadang (Subani dan Barus 1989).
Menurut
Subani & Barus (1989) dalam Ali S dan Fayakun S. (2013), Sampai
saat ini pemanfaatan sumber daya udang laut dalam belum dilakukan di Indonesia,
jadi belum ada alat tangkap yang beroperasi untuk pemanfaatannya. Berdasarkan
potensi yang ada, maka alat tangkap yang layak untuk dikembangkan mengusahakannya
adalah bubu. Alat tangkap bubu sebenarnya sudah lama digunakan oleh nelayan terutama
untuk menangkap ikan dasar. Alat tangkap ini mempunyai bagian-bagian antara
lain : badan bubu,ijeb-ijeb, dan mulut/pintu. Ijeb-ijeb umumnya berbentuk
kerucut, dimana bagian luarnya terlihat lebar, sedang bagian dalamnya semakin
menyempit. Dengan bentuk demikian ini, organisme yang telah masuk melalui ijeb
-ijeb ke dalam bubu akan mengalami kesulitan untuk keluar lagi. Di Indonesia bubu
umumnya terbuat dari bambu dan mempunyai beraneka ragam bentuk seperti sangkar,
silinder, gendang, kubus dan lain-lain. Jenis bubu demikian ini kebanyakan
dioperasikan diperairan dakat pantai atau perairan karang yang dangkal.
Perbedaan
ketiga tipe bubu terletak pada ukuran,bentuk dan perlengkapan lainnya. Sedang bahan
yang digunakan adalah sama baik jenis maupun ukurannya. Besi begel berdiameter
6-12 mm digunakan sebagai kerangka, sedang berdiameter 2 (Raharjo & Linting,1993).
Adapun diskripsi dari ketiga tipe bubu ini adalah sebagai berikut :
1. Bubu Lipat
Bubu
lipat dibuat dengan ukuranpanjang 82 cm, lebar 75 cm dan tinggi 55 cm. Bentuk
bubu tidak empat persegi panjang. Bagian atasnya berbentuk setengah lingkaran
dan kedua sisinya pendek, sedangkan bagian bawah sedikit melengkung. Bubu lipat
dilengkapi dengan mulut yang dipasang pada kedua sisi yang pendek. Mulut berbentuk
bulatan atau oval dengan panjang 35 cm. Kerangka bubu dapat dilipat saat tidak dioperasikan
sehingga dapat menghemat tempat saat pengangkutan atau penyimpanan.
2. Bubu Silinder
Bentuk
bubu silinder hampir sama dengan bubu lipat, dimana pada kedua sisi pendek bagian
bawah bentuknya rata, sehingga bentuk dasar merupakan empat persegi panjang.
Bubu silinder dibuat dengan ukuran panjang 120 cm lebar 70 cm dan 60 cm. Bubu
mempunyai dua mulut yang bentuknya bulat atau oval yang dipasang pada kedua
bagian sisi pendek. Ada 2 jenis ijeb yang digunakan berdasarkan panjangnya yaitu
41 cm dan 53 cm. Bubu silinder dapat dikerutkan dengaan melepaskan besi
penyangga saat tidak dioperasikan sehingga dapat juga menghemat tempat
penyimpanan dan pengangkutan.
3. Bubu Trapesium
Bentuk
bubu menyerupai trapesium, dengan ukuran sisi bawah panjang 135 cm, lebar 100
cm dan ukuran bagian atasnya panjang 115 cm, lebar 80 cm, dan tinggi 35 cm. Mulut
hanya satu buah, berbentuk bulat atau oval dan dipasang pada bagian sisi lebar
yang bentuknya rata. Bubu trapesium jugsa menggunakan 2 jenis ijeb yang
panjangnya 41 cm dan 53 cm. Bagian atas (badan) bubu trapezium ini dibuat
terpisah dari alas bubu. Dengan demikian saat tidak dioperasikan, badan bubu
dapat disusun atau ditumpuk sehingga memudahkan penyimpanan dan
pengangkutannya.
B. Konstruksi Alat Tangkap Bubu Udang
Gambar 1. Jenis-jenis Bubu
Menurut Subani dan Barus (1989),
bagian-bagian bubu udang yaitu sebagai berikut.
1.
Rangka (frame) yang terbuat dari
lempengan besi. Rangka berfungsi untuk mempertahankan bentuk bubu selama
pengoperasian;
2.
Badan (body), seperti rongga
(berbentuk silinder) yang terbuat dari anyaman jaring, berfungsi sebagai tempat
target tangkapan terkurung; dan
3.
Mulut, sdengan tipe mulut persegi
panjang, merupakan lubang tempat masuknya ikan ke dalam bubu.
Untuk memudahkan mengetahui
tempat-tempat di mana bubu udang dipasang, maka dilengkapi dengan pelampung
melalui tali panjang yang dihubungkan dengan bubu tersebut. Ukuran bubu udang
pada gambar termasuk bubu kecil dengan diameter atas=15 cm, diameter bawah=20
cm serta tinggi bubu= 18 cm (Subani dan Barus 1989).
Kapal kecil atau perahu hanya
digunakan sebagai alat transportasi nelayan. Untuk mengoperasikan bubu udang
dibutuhkan 1-2 orang nelayan yang bertugas untuk memasang dan mengangkat bubu,
serta mengambil hasil tangkapan dari dalam bubu udang. Alat bantu pada
pengoperasian bubu udang yaitu mechanical line hauler, berfungsi untuk membantu
menurunkan bubu udang ke dasar perairan tempat bubu akan dioperasikan
(Sainsbury 1996 diacu dalam Susilo 2006).
Umpan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
keberhasilan penangkapan dengan menggunakan bubu. Umpan berperan sebagai salah
satu bentuk pemikat yang memberikan rangsangan (stimulus) yang bersifat fisika
dan kimia. Bau-bau yang terlarut di dalam air dapat merangsang reseptor pada
organ. Umpan yang digunakan untuk kegiatan penangkapan bubu adalah kelapa tua
yang sudah dipisahkan dari sabuk yang sudah terpisah dari sabuk dan batoknya (Anthonius dkk., 2013).
C. Metode Pengoperasian Alat
Bubu udang bersifat pasif yang
artinya alat tangkap tidak akan meninggalkan tempat pemasangannya selain
terbawa oleh arus dan putus, sehingga metode pengoperasiannya juga cukup mudah
untuk dilakukan dipasang menetap di tempat yang diperkirakan akan dilewati oleh
udang.
Sebelum melakukan penangkapan,
nelayan terlebih dahulu melakukan persiapan sebelum turun ke fishing ground.
Dimana yang harus dipersiapkan adalah memperbaiki bubu terlebih dahulu. Karena
alat tangkap bersifat pasif, maka persiapan sebelum ke Fishing Groung (FG)
tidak terlalu lama.
Setelah nelayan berada di FG, nelayan
mulai mengisi bubu di tengah alat tangkap, diletakan umpan yang diikat pada
salah satu mata jaringnya dan menurunkan bubu satu persatu. Lama perendaman
biasanya antara 2-3 jam, tetapi dimusim puncak lama perendaman hanya dilakukan
selama satu hari. Untuk menghasilkan tangkapan yang banyak, jumlah bubu yang
dipasang dalam satu set biasanya berkisar antara 300-500 buah. Biasanya
dipasang di pagi hari, siang hari atau sore hari tergantung nelayan yang
mengoperasikannya
Selama 2-3 jam bahkan 1 hari yang
menurut nelayan sudah cukup untuk mengangkat kembali bubu yang sudah di pasang.
Maka nelayan mulai mendatangi FG dan mengangkat bubu satu persatu. Jika nelayan
beruntung, bubu yang dipasangnya memiliki jumlah yang utuh namun, jika tidak
beruntung bubu yang di pasang akan berkurang karena terputus dan terbawa arus.
A. Daerah Pengoperasian, Hasil
Tangkapan, Dan Musim Penangkapan Bubu Udang
Berikut
daerah pengoperasian,
hasil tangkapan, dan musim penangkapan bubu udang antara lain:
1. Daerah Pengoperasian
Daerah pengoperasian bubu udang biasanya di perairan karang
atau di antara karang-karang atau bebatuan (Subani dan Barus 1989).
2. Hasil
Tangkapan
Hasil
tangkapan bubu udang adalah udang penaeid, kepiting (Scylla serrata) dan
rajungan (Portunus spp.) (Subani dan Barus 1989). Hasil tangkapan bubu dapat
dibedakan atas 3 golongan yaitu udang, ikan dan organisme lainnya. Terdapat 14
jenis udang laut dalam yang tertangkap oleh ketiga tipe bubu dan masing-masing
tipe bubu mampu menangkap species udang yang berbeda. Jenis udang Heterocarpus
woodmassoni mendominan hasil tangkapan pada semua tipe bubu (Anthonius dkk., 2013).
3. Musim penangkapan
Musim penangkapan dimulai dari musim peralihan dari musim
timur ke musim barat sampai memasuki musim peralihan musim barat ke musim
timur.
DAFTAR PUSTAKA
Yuspardianto dkk. 2002. “Pengaruh Waktu Operasional
Terhadap Hasil Tangkapan Bubu Tiang Dasar Di Perairan Bagan Siapi-Siapi
Kabupaten Rokan Hilir, Propinsi Riau” tersedia online volume 4 no. 3. http://fpik.bunghatta.ac.id/files/downloads/Jurnal%20Mangrove%20&%20Pesisir/4_pengaruh_waktu_operasional_terhadap_hasil_tangkapan_yuspardianto.pdf
Vol.IVNo.3/2004 24 2 Desember 2014.
Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal
Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Ali S dan Fayakun S. 2013. “Strategi Pengelolaan Sumber Daya Udang Laut Dalam Secara Berkelanjutan
Di Indonesia”. Tersedia online Vol.5 No. 1. 3 Desember 2014.
Anthonius dkk. 2013. Hasil Tangkapan Rajungan
(Portunus pelagicus) dengan Menggunakan Alat Tangkap Bubu Lipat yang Didaratkan
di TPI Tanjung Sari Kabupaten Rembang. Volume 2, Nomor 2, Halaman 243 -248 Online
di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/maquares243 3 Desember 2014.
Susilo E. 2006. Percobaan Pengoperasian Bubu pada
Zona Fotik dan Afotik di Teluk Palabuhanratu. [Skripsi] (tidak dipublikasikan).
Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Sainsbury J C. 1996. Commercial Fishing Methods. An
Introduction to Vessel and Gears. 3ed Edition. London: Fishing News Book.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar