Senin, 10 Oktober 2016

Perikanan



BUBU UDANG
A.     Definisi bubu udang
Bubu merupakan jenis alat tangkap ikan yang dioperasikan secara pasif di dasar perairan. Secara umum bubu dapat digolongkan sebagai alat penangkap yang berbentuk seperti kurungan atau berupa ruangan tertutup dimana ikan - ikan tidak dapat keluar lagi (Anthonius dkk., 2013).
Bubu udang adalah alat penangkap ikan yang didesain untuk menangkap udang penaeid, dan kepiting atau rajungan, berbentuk silinder dengan diameter lingkaran atas lebih kecil daripada diameter lingkaran bawah dan dioperasikan di dasar perairan. Bubu udang diklasifikasikan ke dalam kelompok perangkap dan penghadang (Subani dan Barus 1989).
Menurut Subani & Barus (1989) dalam Ali S dan Fayakun S. (2013), Sampai saat ini pemanfaatan sumber daya udang laut dalam belum dilakukan di Indonesia, jadi belum ada alat tangkap yang beroperasi untuk pemanfaatannya. Berdasarkan potensi yang ada, maka alat tangkap yang layak untuk dikembangkan mengusahakannya adalah bubu. Alat tangkap bubu sebenarnya sudah lama digunakan oleh nelayan terutama untuk menangkap ikan dasar. Alat tangkap ini mempunyai bagian-bagian antara lain : badan bubu,ijeb-ijeb, dan mulut/pintu. Ijeb-ijeb umumnya berbentuk kerucut, dimana bagian luarnya terlihat lebar, sedang bagian dalamnya semakin menyempit. Dengan bentuk demikian ini, organisme yang telah masuk melalui ijeb -ijeb ke dalam bubu akan mengalami kesulitan untuk keluar lagi. Di Indonesia bubu umumnya terbuat dari bambu dan mempunyai beraneka ragam bentuk seperti sangkar, silinder, gendang, kubus dan lain-lain. Jenis bubu demikian ini kebanyakan dioperasikan diperairan dakat pantai atau perairan karang yang dangkal.
Perbedaan ketiga tipe bubu terletak pada ukuran,bentuk dan perlengkapan lainnya. Sedang bahan yang digunakan adalah sama baik jenis maupun ukurannya. Besi begel berdiameter 6-12 mm digunakan sebagai kerangka, sedang berdiameter 2 (Raharjo & Linting,1993). Adapun diskripsi dari ketiga tipe bubu ini adalah sebagai berikut :
1.    Bubu Lipat
Bubu lipat dibuat dengan ukuranpanjang 82 cm, lebar 75 cm dan tinggi 55 cm. Bentuk bubu tidak empat persegi panjang. Bagian atasnya berbentuk setengah lingkaran dan kedua sisinya pendek, sedangkan bagian bawah sedikit melengkung. Bubu lipat dilengkapi dengan mulut yang dipasang pada kedua sisi yang pendek. Mulut berbentuk bulatan atau oval dengan panjang 35 cm. Kerangka bubu dapat dilipat saat tidak dioperasikan sehingga dapat menghemat tempat saat pengangkutan atau penyimpanan.
2.    Bubu Silinder
Bentuk bubu silinder hampir sama dengan bubu lipat, dimana pada kedua sisi pendek bagian bawah bentuknya rata, sehingga bentuk dasar merupakan empat persegi panjang. Bubu silinder dibuat dengan ukuran panjang 120 cm lebar 70 cm dan 60 cm. Bubu mempunyai dua mulut yang bentuknya bulat atau oval yang dipasang pada kedua bagian sisi pendek. Ada 2 jenis ijeb yang digunakan berdasarkan panjangnya yaitu 41 cm dan 53 cm. Bubu silinder dapat dikerutkan dengaan melepaskan besi penyangga saat tidak dioperasikan sehingga dapat juga menghemat tempat penyimpanan dan pengangkutan.
3.    Bubu Trapesium
Bentuk bubu menyerupai trapesium, dengan ukuran sisi bawah panjang 135 cm, lebar 100 cm dan ukuran bagian atasnya panjang 115 cm, lebar 80 cm, dan tinggi 35 cm. Mulut hanya satu buah, berbentuk bulat atau oval dan dipasang pada bagian sisi lebar yang bentuknya rata. Bubu trapesium jugsa menggunakan 2 jenis ijeb yang panjangnya 41 cm dan 53 cm. Bagian atas (badan) bubu trapezium ini dibuat terpisah dari alas bubu. Dengan demikian saat tidak dioperasikan, badan bubu dapat disusun atau ditumpuk sehingga memudahkan penyimpanan dan pengangkutannya.
B.     Konstruksi Alat Tangkap Bubu Udang
Gambar 1. Jenis-jenis Bubu
Menurut Subani dan Barus (1989), bagian-bagian bubu udang yaitu sebagai berikut.
1.    Rangka (frame) yang terbuat dari lempengan besi. Rangka berfungsi untuk mempertahankan bentuk bubu selama pengoperasian;
2.    Badan (body), seperti rongga (berbentuk silinder) yang terbuat dari anyaman jaring, berfungsi sebagai tempat target tangkapan terkurung; dan
3.    Mulut, sdengan tipe mulut persegi panjang, merupakan lubang tempat masuknya ikan ke dalam bubu.
Untuk memudahkan mengetahui tempat-tempat di mana bubu udang dipasang, maka dilengkapi dengan pelampung melalui tali panjang yang dihubungkan dengan bubu tersebut. Ukuran bubu udang pada gambar termasuk bubu kecil dengan diameter atas=15 cm, diameter bawah=20 cm serta tinggi bubu= 18 cm (Subani dan Barus 1989).
Kapal kecil atau perahu hanya digunakan sebagai alat transportasi nelayan. Untuk mengoperasikan bubu udang dibutuhkan 1-2 orang nelayan yang bertugas untuk memasang dan mengangkat bubu, serta mengambil hasil tangkapan dari dalam bubu udang. Alat bantu pada pengoperasian bubu udang yaitu mechanical line hauler, berfungsi untuk membantu menurunkan bubu udang ke dasar perairan tempat bubu akan dioperasikan (Sainsbury 1996 diacu dalam Susilo 2006).
Umpan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan penangkapan dengan menggunakan bubu. Umpan berperan sebagai salah satu bentuk pemikat yang memberikan rangsangan (stimulus) yang bersifat fisika dan kimia. Bau-bau yang terlarut di dalam air dapat merangsang reseptor pada organ. Umpan yang digunakan untuk kegiatan penangkapan bubu adalah kelapa tua yang sudah dipisahkan dari sabuk yang sudah terpisah dari sabuk dan batoknya (Anthonius dkk., 2013).
C.     Metode Pengoperasian Alat
Bubu udang bersifat pasif yang artinya alat tangkap tidak akan meninggalkan tempat pemasangannya selain terbawa oleh arus dan putus, sehingga metode pengoperasiannya juga cukup mudah untuk dilakukan dipasang menetap di tempat yang diperkirakan akan dilewati oleh udang.
Sebelum melakukan penangkapan, nelayan terlebih dahulu melakukan persiapan sebelum turun ke fishing ground. Dimana yang harus dipersiapkan adalah memperbaiki bubu terlebih dahulu. Karena alat tangkap bersifat pasif, maka persiapan sebelum ke Fishing Groung (FG) tidak terlalu lama.
Setelah nelayan berada di FG, nelayan mulai mengisi bubu di tengah alat tangkap, diletakan umpan yang diikat pada salah satu mata jaringnya dan menurunkan bubu satu persatu. Lama perendaman biasanya antara 2-3 jam, tetapi dimusim puncak lama perendaman hanya dilakukan selama satu hari. Untuk menghasilkan tangkapan yang banyak, jumlah bubu yang dipasang dalam satu set biasanya berkisar antara 300-500 buah. Biasanya dipasang di pagi hari, siang hari atau sore hari tergantung nelayan yang mengoperasikannya
Selama 2-3 jam bahkan 1 hari yang menurut nelayan sudah cukup untuk mengangkat kembali bubu yang sudah di pasang. Maka nelayan mulai mendatangi FG dan mengangkat bubu satu persatu. Jika nelayan beruntung, bubu yang dipasangnya memiliki jumlah yang utuh namun, jika tidak beruntung bubu yang di pasang akan berkurang karena terputus dan terbawa arus.
A.     Daerah Pengoperasian, Hasil Tangkapan, Dan Musim Penangkapan Bubu Udang
Berikut daerah pengoperasian, hasil tangkapan, dan musim penangkapan bubu udang antara lain:
1.    Daerah Pengoperasian
Daerah pengoperasian bubu udang biasanya di perairan karang atau di antara karang-karang atau bebatuan (Subani dan Barus 1989).
2.     Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan bubu udang adalah udang penaeid, kepiting (Scylla serrata) dan rajungan (Portunus spp.) (Subani dan Barus 1989). Hasil tangkapan bubu dapat dibedakan atas 3 golongan yaitu udang, ikan dan organisme lainnya. Terdapat 14 jenis udang laut dalam yang tertangkap oleh ketiga tipe bubu dan masing-masing tipe bubu mampu menangkap species udang yang berbeda. Jenis udang Heterocarpus woodmassoni mendominan hasil tangkapan pada semua tipe bubu (Anthonius dkk., 2013).
3.    Musim penangkapan
Musim penangkapan dimulai dari musim peralihan dari musim timur ke musim barat sampai memasuki musim peralihan musim barat ke musim timur.

DAFTAR PUSTAKA
Yuspardianto dkk. 2002. “Pengaruh Waktu Operasional Terhadap Hasil Tangkapan Bubu Tiang Dasar Di Perairan Bagan Siapi-Siapi Kabupaten Rokan Hilir, Propinsi Riau” tersedia online volume 4 no. 3. http://fpik.bunghatta.ac.id/files/downloads/Jurnal%20Mangrove%20&%20Pesisir/4_pengaruh_waktu_operasional_terhadap_hasil_tangkapan_yuspardianto.pdf Vol.IVNo.3/2004 24 2 Desember 2014.
Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Ali S dan Fayakun S. 2013. “Strategi Pengelolaan Sumber Daya Udang Laut Dalam Secara Berkelanjutan Di Indonesia”. Tersedia online Vol.5 No. 1. 3 Desember 2014.
Anthonius dkk. 2013. Hasil Tangkapan Rajungan (Portunus pelagicus) dengan Menggunakan Alat Tangkap Bubu Lipat yang Didaratkan di TPI Tanjung Sari Kabupaten Rembang. Volume 2, Nomor 2, Halaman 243 -248 Online di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/maquares243 3 Desember 2014.
Susilo E. 2006. Percobaan Pengoperasian Bubu pada Zona Fotik dan Afotik di Teluk Palabuhanratu. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Sainsbury J C. 1996. Commercial Fishing Methods. An Introduction to Vessel and Gears. 3ed Edition. London: Fishing News Book.